Entri Populer

Rabu, 30 Maret 2011

Guru Mengaji

Republika
Minggu, 27 Januari 2008
Guru Mengaji

Sudah sepekan anak-anak yang mengaji di masjid Nurul Iman tidak ada yang mengurus. Anak-anak hanya berlarian ke sana ke mari. Sudah lima hari ini tidak satu pun ada guru mengaji yang mengajar di sana.

Meskipun anak-anak yang mengaji dikenai infak bulanan. Namun, hasilnya sangat tidak memadai untuk honor guru mengaji yang mengajar. Itu sebabnya setiap bulan Tarmidzi terpaksa minta subsidi dari kas masjid. Namun, yang dilakukan Tarmidzi menimbulkan masalah.

Sudah beberapa bulan ini, Neneng - istri Tarmidzi - mendengar kabar yang tidak menyenangkan tentang suaminya, bahwa Tarmidzi mau berkiprah di masjid yang belum sepenuhnya jadi karena ingin menangguk keuntungan dari sana.

Untuk mengklarifikasi masalah itu, Tarmidzi minta kepada ketua pengurus masjid untuk mengumpulkan semua pengurus, tokoh masyarakat, serta para ketua RT. Lelaki berkacamata minus itu ingin menjelaskan kenapa setiap bulan dirinya terpaksa meminta subsidi dari uang kas masjid. Kenapa pula tenaga pengajar anak-anak di masjid itu sering berganti. Tarmidzi tidak ingin apa yang dilakukannya selama ini justru menimbulkan fitnah.

"Itu sebabnya saya terpaksa harus ganti-ganti guru ngaji. Karena, jika mereka mendapat pekerjaan dapat dipastikan akan mengundurkan diri," kata Tarmidzi setelah memaparkan panjang lebar tentang keadaan anak-anak yang mengaji di masjid.

"Sebetulnya honor guru ngaji di sini tak lebih dari sekedar ucapan terimakasih. Sebab, andaikata setiap guru ngaji datang ke sini dengan menggunakan kendaraan umum, honor itu tidak cukup untuk biaya transport. Hanya saja, karena belum berkeluarga, mereka tidak pernah mempersoalkan honor yang mereka terima," lanjut Tarmidzi.

"Oh, jadi guru ngaji sekarang sudah kenal duit?" celetuk Zulfar. "Soalnya di kampung saya dulu, asal ada lampu sentir, anak-anak sudah bisa mengaji," tambah Zulfar, "Karena dulu orang mengajar ngaji nawaitunya lillahi ta'ala."

Tiba-tiba pertemuan itu menjadi kaku. Semua orang terlihat tegang setelah mendengar lontaran kalimat ketua RW itu. Tarmidzi yang paling tegang. Telinganya terasa panas mendengar ucapan Zulfar. Karena merasa dipojokkan, Tarmidzi marah. Ingin rasanya ia menghajar mulut suami Irawati itu.

Untuk menetralisir kemarahannya, Tarmidzi istighfar dalam batin. "Bagi orang yang tidak pernah mengaji atau orang bakhil, nawaitu lillahi ta'ala sengaja disalahtafsirkan. Sebab, dengan cara menyimpangkan makna lillahi ta'ala, orang bisa seenaknya memperlakukan guru ngaji. Guru agama pun khawatir dianggap tidak ikhlas apabila menuntut hak yang layak. Padahal mereka tetap mempunyai kewajiban yang sama dengan orang lain. Memberi nafkah, menyediakan perumahan, menyekolahkan anaknya, membayar cicilan rumah, dan lain-lain," ujar Tarmidzi setelah berhasil meredam kekesalannya.

"Anak seorang dai tetap perlu membayar uang sekolah dan membeli keperluan sekolah. Istri seorang muballigh bila membeli beras maupun sayuran tidak hanya separuh harga. Rumah seorang kyai, ajengan, atau seh tetap membayar rekening listrik kepada PLN. Jika menggunakan pesawat telepon juga tidak gratis. Nah, barangkali Pak RW bisa mencari guru mengaji yang tidak mempunyai kewajiban seperti itu."

Mendengar penjelasan panjang lebar dari Tarmidzi, orang-orang yang ada di tempat itu tercenung. Sebelum orang lain bicara lagi. Tarmidzi kembali buka suara, "Mulai sekarang saya kembalikan kepercayaan bapak-bapak kepada saya untuk mengurus anak yang mengaji di sini. Barangkali Pak Zulfar bisa mencari guru ngaji yang tidak perlu membayar cicilan rumah, atau ustad yang istrinya kalau belanja hanya separuh harga, dan anak-anaknya bisa digratiskan sekolahnya. Dengan demikian, kas masjid tidak akan berkurang untuk membayar honor guru ngaji."

Tarmidzi menyerahkan berkas-berkas kepada Baharudin, ketua pengurus masjid. Baharudin sama sekali tidak bertanya kenapa berkas-berkas itu diserahkan lelaki yang duduk di sebelahnya. Tarmidzi lantas pulang. Ia tak ingin berlama-lama duduk di sana. Tarmidzi ingin menghindari mujadalah dengan orang-orang di masjid.

Esoknya tak ada guru mengaji yang datang ke masjid. Anak-anak menjadi tak terurus. Mereka hanya berlarian ke sana kemari di dalam masjid, dan membuat orang-orang yang ada di sana jengkel. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, Baharudin mendatangi Tarmidzi. Minta kesediaannya untuk kembali menjadi pengurus masjid, dan bersedia menghubungi tenaga pengajar ngaji lagi. Namun, Tarmidzi terlanjur kecewa.

"Lebih baik Pak Bahar cari pengganti saya atau bereskan dulu pembangunan fisik masjid. Masjid kan masih banyak butuh biaya. Kalau pengajian anak-anak dihidupkan lagi justru akan mengurangi kas masjid. Uang yang seharusnya untuk beli semen atau pasir akan terpakai untuk honor guru ngaji," ujar Tarmidzi.

"Tapi...."
"Atau begini saja, Pak," potong Tarmidzi, "Nanti kalau ekonomi saya sudah mapan, saya sudah jadi orang kaya, saya bersedia diserahi seksi pendidikan anak-anak. Dengan demikian saya tak akan membebani kas masjid untuk honor pengajar."

"Apakah Pak Tarmidzi tidak...."
"Ini keputusan saya, Pak," untuk kedua kalinya Tarmidzi memotong kalimat Baharudin, "Saya akan berkiprah lagi di masjid jika ekonomi saya sudah mapan. Kalau tidak, lebih baik saya jadi jamaah saja, Pak."

Malam itu, rumah Baharudin dipenuhi tokoh masyarakat. Mereka tengah membicarakan nasib anak-anak di masjid Nurul Iman. Sudah sepekan anak-anak tak ada yang mengurus. Anak-anak hanya berlarian ke sana, karena tak ada guru mengaji yang datang.

"Kalau masalahnya seperti itu, biar nanti anak-anak kami yang mengurus," ujar Hasan setelah mendengar penjelasan Baharudin.
"Ya, saya juga bisa membantu Pak Hasan," kata Ali.
"Betul apa kata Pak Hasan sama Pak Ali. Masa, kita-kita tidak ada yang mengurus anak-anak. Nanti saya juga bisa ngajar, kok," sambut Royani. "Pokoknya kalau masalah ibadah yang penting kita ikhlas. Semuanya akan jadi beres," tambah Sulaeman.

"Yang jelas, uang kas masjid jangan sampai diutak-utik. Biar pemasukan dari tromol infak atau yang lainnya untuk pembangunan masjid," tukas yang lain lagi, "Saya yakin orang yang menyumbang pasti untuk kepentingan pembangunan masjid. Bukan untuk honor guru ngaji."

Setelah berbagai pendapat dikemukakan. Akhirnya mereka sepakat untuk tetap melanjutkan pengajian anak-anak di masjid Nurul Iman. Tenaga pengajarnya adalah mereka yang telah menyatakan kesediaan menggantikan Tarmidzi dan kawan-kawannya. Mereka itu adalah Hasan, Ali, Royani, Mukhlis, dan Topik.

Namun, lima orang itu ternyata tidak sanggup mengurusi anak-anak. Setelah mereka pegang, pengajian anak-anak hanya bisa bertahan setengah bulan. Setelah itu tidak ada yang mau dipasrahi mengurus pengajian anak-anak. Akibatnya, anak-anak di kompleks perumahan itu tak ada lagi yang mengaji.

Setelah Tarmidzi berhenti mengajar ngaji, sejak itu pula masjid Nurul Iman tak ada kegiatan pengajian anak-anak lagi. Karena menjadi pengajar ngaji tidak semudah yang mereka bayangkan. Meskipun demikian, tidak ada orang yang berani mendatangkan guru ngaji anak-anak dari luar penghuni kompleks. Mereka khawatir dianggap mencari keuntungan di balik semua yang dilakukannya.

Masjid yang berdiri di tengah kompleks perumahan itu makin megah. Bangunan tempat ibadah itu makin sempurna. Namun, tak ada rohnya. Sebab, tak ada kegiatan apa pun di sana kecuali hanya untuk shalat lima waktu dan shalat Jumat. Tiap shalat lima waktu pun hanya ada satu shaf yang berdiri di belakang imam. Itu pun jarang sekali penuh satu baris.

Kendati demikian, segenap pengurus masjid merasa bangga. Lantaran, bangunan itu lebih indah dan lebih megah dari rumah-rumah yang ada di sekitarnya. ***

CALON MERTUA

Suara Karya
Minggu, 16 Juni 2007

Calon Mertua
Cerpen: Asyat Akbar

Aku berlebihan? Tidak! Sama sekali tidak! Kamu keliru. Kamu tidak mengerti. Siapa pun, jika menghadapi situasi seperti yang kuhadapi sekarang ini, pasti sama. Pasti tidak beda. Tak terkecuali kamu. Bahkan mungkin semua lelaki. Ya, semua laki-laki dalam perjalanan hidupnya pasti mesti melewati situasi seperti aku alami saat ini. Gelisah. Gugup. Bingung. Takut. Tak percaya diri. Tidak enak makan, tak enak minum. Susah tidur. Ah, pokoknya macam-macam. Berbagai perasaan campur aduk. Semua tumpek blek. Hanya gara-gara urusan perempuan!

Kamu belum mengalami. Coba kamu punya cewek! Lagian, ngapain ngejomlo terus? Apa enaknya sih? Tapi pada saatnya aku yakin kamu pasti kepincut sama seseorang. Entah cewek kece atau biasa-biasa saja. Kamu laki-laki normal toh? Ah, ya! Aku yakin kamu normal. Bukankah kamu pernah bilang bahwa gairahmu bangkit berkobar setiap kali melihat aurat cewek yang diobral-obral ataupun sekadar tersibak? Bahkan kamu juga mengaku suka greng saban kali melihat belahan dada cewek muda dan segar -- siapa pun itu! Nah, itu tanda kamu laki-laki normal dan sudah dewasa.

Jadi, mestinya kamu sudah punya cewek. Entah serius entah tidak, seharusnya kamu sudah punya pacar. Dengan demikian, kamu tak akan serta-merta menilai berlebihan situasi hatiku saat ini. Terlebih kalau kamu juga sudah pacaran lama seperti aku sama Mawar, kamu pasti bisa memahami posisiku sekarang.

Yeahhh, mestinya kamu mengerti bahwa ini tidak main-main. Ini pasti serius. Ini pasti menentukan kelanjutan hubunganku dengan Mawar. Coba, buat apa bapaknya tiba-tiba memintaku datang ke rumahnya? Tidak sari-sarinya! Asal kamu tahu, dia -- bapaknya Mawar -- selama ini tak pernah memberi hati padaku. Belum pernah sekali pun dia bersikap ramah. Selalu pasang tampang kecut. Serem. Seulas senyum pun tak pernah dia perlihatkan. Beberapa kali aku main ke rumahnya -- ngapelin Mawar, maksudku -- dia selalu bersikap dingin. Kayak gangster di film-film mafia itu lho. Jangankan menegur atau apalagi mengajak ngobrol, bahkan sekadar ucapan salamku saja tak pernah dia jawab, kecuali dengan dengusan pendek dan sumbang: "hmmm". Padahal sebagai Muslim, mestinya dia mengerti. Ucapan assalamualaikum wajib dijawab secara patut. Bukan dengan dengusan kayak kebo kebelet.

Boleh jadi, itu sikap angkuh seorang yang sukses dan kaya menghadapi pemuda kere macam aku. Sebagai pimpinan sebuah bank papan atas di negeri ini, mungkin dia tak rela hati anak gadisnya kupacari. Jadi, amat wajar dia kelihatan tidak suka terhadapku. Apalagi tampangku tidak keren kayak aktor Nicholas Saputra, sementara wajah Mawar memang cakep. Kamu sendiri bilang, Mawar mirip Dian Sastro dengan bodi semampai macam Luna Maya (padahal menurutku, Mawar lebih mirip penyanyi kesukaanmu, Mulan Kwok).

Jadi, ketika beberapa hari lalu Mawar bilang bahwa bapaknya memintaku datang menemuinya, terang saja aku jadi galau. Aku langsung sudah bisa meraba maksudnya. Tapi tak urung aku bertanya juga pada Mawar. "Ngapain?"
"Tidak tahu. Ayah cuma bilang, dia ingin bicara sama Abang."
"Soal apa?"
Mawar mengangkat bahu. "Mungkin soal kita, Bang."
"Maksud kamu?"
"Ya, soal hubungan kita."
"Hubungan kita bagaimana?"
"Tidak tahu. Aku juga tidak mengerti, Bang."

* * *

Coba, menurut kamu soal apa yang mendorong bapaknya Mawar merasa perlu memintaku datang untuk berbicara dengannya? Kamu setuju perkiraan Mawar? Ya, ya aku juga setuju. Pasti soal hubunganku dengan Mawar. Ya, soal apa lagi? Hanya soal satu itu yang masuk akal. Lain tidak!

Tapi maksud orang tua itu bagaimana? Apa yang dia inginkan? Memintaku agar menjauhi Mawar? Harus berhenti memacarinya? Bubar jalan? Tidak boleh datang-datang lagi ngapelin anak gadisnya?

Boleh jadi! Dia juga mungkin ingin mengata-ngatai aku sebagai pemuda tak tahu diri. Tidak ngaca. Tidak pantas bermimpi menjadi calon menantunya! Mungkin pula dia ingin mengatakan bahwa aku pemuda bebal. Geblek. Tidak mengerti bahasa tubuh yang dia perlihatkan. Bagi dia, barangkali, mestinya aku mengerti bahwa sikapnya yang tidak ramah, tampang selalu ditekuk kecut, dan sama sekali tak pernah sudi menyapa adalah pertanda dia tak merestui hubunganku dengan Mawar. Kamu setuju?

Tapi apa benar itu karena aku di matanya tidak punya masa depan, sehingga aku dianggap tak layak menjadi calon pendamping Mawar? Ah, masa sih statusku sebagai mahasiswa ekonomi di perguruan tinggi paling bergengsi di Jakarta ini sedikit pun tak memberi kesan padanya bahwa masa depanku tak suram-suram amat? Mestinya dia mengerti bahwa status itu menunjukkan kecil sekali kemungkinan aku kelak jadi gembel. Bahwa kini aku hidup di rantau dengan kondisi serba pas-pasan, itu bukan berarti kehidupanku di masa depan tak layak diperhitungkan. Bukan begitu, kawan?

Atau, jangan-jangan dia mengira Mawar sudah hamil? Ah, naudzubillah! Mustahil! Mungkin kamu tak percaya, aku tak sehina itu. Aku tahu batas. Aku masih bisa mengendalikan diri dalam berhubungan dengan perempuan. Ciuman sih iya. Juga sedikit-sedikit gerayangan, kalau ada kesempatan. Tapi kukira itu masih wajar-wajar saja. Namanya juga orang pacaran. Masak ngobrol melulu setiap kali ketemu. Ciuman atau rabaan, dalam saat-saat tertentu, sungguh tak terhindarkan. Sungguh! Apalagi kalau Mawar sudah memberi isyarat mau ngasih sun. Apa? Berlagak alim? Wah, bisa-bisa aku dibilang bego. Nanti deh kamu mengalami sendiri. Makanya jangan keasyikan ngejomblo terus, kawan!

Tapi apa mungkin bapaknya mengira Mawar sudah hamil? Ah, ya! Mungkin. Itu sangat mungkin. Bisa saja Mawar mengaku-ngaku sudah kuapa-apakan! Sori, aku tak pernah cerita padamu. Mawar pernah bilang akan mengaku hamil andai bapaknya memarahi dan melarangnya berhubungan denganku. Dia mengaku tidak takut melakukan itu. Karena dia tak mau pisah denganku. Dia tak sudi hubungan asmaranya denganku dihancurkan orang lain, termasuk oleh bapaknya sendiri.

Jadi, dengan mengaku hamil, Mawar yakin bapaknya jadi skak-ster. Dengan demikian, bapaknya tak bisa semena-mena membubarkan hubungan cinta kami. Pikir Mawar, kalau sudah tahu anak gadisnya hamil, bapaknya tidak mungkin sampai memaksa dia bubaran denganku. Bapaknya tak akan rela Mawar melahirkan tanpa ada laki-laki yang bertanggung jawab telah menghamilinya. Mawar yakin, bapaknya tak bakal sanggup menanggung malu andai cucunya lahir sebagai bayi haram jadah.

Ya, ya, ya. Tampaknya memang begitu. Ini skenario Mawar. Supaya bapaknya tidak memaksa bubar hubungannya denganku. Tapi justru itu, bapaknya kini jadi berang. Murka. Pantas saja dia memintaku datang menemuinya. Jelas bukan sekadar untuk diajak bicara, seperti kata Mawar. Aku pasti dimaki habis. Sumpah serapah pasti tumpah ruah. Bahkan nama-nama penghuni kebun binatang mungkin dia muntahkan semua.

Itu yang membuatku kini galau tak karuan. Haruskah aku tak menggubris permintaan agar menemuinya? Toh sudah jelas bahwa kemungkinan besar aku diminta datang sekadar untuk dimurkai.

Menurut kamu bagaimana? Mestikah aku diam saja ketika dimaki habis kayak kecoa dilumat ujung kaki, sementara aku tak bersalah sebagaimana dia tuduhkan? Haruskah aku cuma tertunduk pasrah menerima vonis bahwa aku telah menghamili Mawar? Lalu di mana harga diriku sebagai laki-laki? Atau haruskah aku buka kartu bahwa itu cuma bualan Mawar?

** *

Oke, apa pun yang terjadi, aku penuhi permintaan bapaknya Mawar. Aku datangi dia. Sebagai laki-laki, aku tak boleh miris. Harus percaya diri. Aku harus berani menghadapi tantangan sesulit apa pun. Kamu tahu, itu prinsip yang sejak kecil diajarkan kedua orangtuaku. Apalagi risiko yang kuhadapi kecil kemungkinan membuatku masuk kubur. Atau digotong ke rumah sakit. Cuma dimaki-maki kok! Kalau aku bisa tahan diperlakukan bak kecoak atau tikus got, berarti aku bisa menaklukkan tantangan. Selebihnya, mungkin aku diminta segera menikahi Mawar. Ah, itu soal nanti.

Tetapi kalau tak tahan dimaki secara hina, aku mungkin berontak. Tak diam saja. Bagaimana bentuk pemberontakanku, sulit kubayangkan saat ini. Sangat tergantung situasi dan kondisi nanti. Namun aku berharap itu tak melebihi batas kepatutan. Tak membuatku menjadi seorang yang kurang ajar.

Bahwa itu berisiko membuat hubungan cintaku dengan Mawar jadi terganggu atau bahkan berantakan, apa boleh buat. Namun semoga saja Mawar bisa mengerti. Bahwa skenario atau rencana tak senantiasa terlaksana mulus. Selalu ada risiko di luar perkiraan.

* * *

Tak urung aku deg-degan juga ketika Mawar membawaku ke ruang tamu. Batinku galau. Mereka-reka apa yang akan terjadi. Kamu bisa bayangkan, tak lama lagi aku berhadapan dengan singa murka. Niscaya aku langsung dicabik-cabik tanpa ampun.

Hatiku makin kecut ketika singa tua itu muncul di hadapanku. Terlebih setelah Mawar menghilang ke ruang dalam dan tak muncul-muncul lagi. Membiarkan aku berdua dengan singa tua di ruangan itu.

Seperti biasa, sikap singa tua itu dingin. Sama sekali tanpa keramahan. Matanya tajam menatapku. Penuh selidik. Lama sekali kurasa. Aku tak peduli. Aku siap diterkam dan dicabik-cabik.

"Kuharap kamu tak tersinggung," katanya kemudian. Suaranya dalam dan berat. Mungkin disengaja agar terkesan berwibawa.

Omongan selanjutnya orang tua itu sama sekali di luar dugaan. Membuatku ternganga. Tapi juga melegakan. "Aku tak peduli siapa kamu. Faktor bebet dan bibit bukan masalah. Faktor bobot juga bukan soal teramat penting. Begitu pula soal materi.

Bagiku, siapa pun yang menjadi calon pendamping hidup putriku harus paham agama. Dia juga harus bisa mengaji, rajin shalat dan puasa, juga pandai memimpin doa. Ini tak bisa ditawar-tawar lagi. Ini syarat mutlak. Aku hanya butuh calon menantu yang memenuhi syarat-syarat itu. Lain tidak. Sederhana saja. Karena aku, juga anak istriku, perlu imam. Kami butuh orang yang setiap saat bisa menegur dan membimbing kami ke arah ridla-Nya. Jujur saja, selama ini kami buta soal agama. Jiwa kami gersang. Karena itu, kami amat butuh imam..."***

* Sukatani-Bangka Raya, Juni 2007

Rabu, 23 Maret 2011

Cinta Pertama By Seluler

CINTA PERTAMA BY SELULER
Suatu ketika saat – saat seorang remaja SMA bernama ayueni mengenal apa itu cinta, tapi entahlah apa itu cinta atau bukan...seorang laki – laki yang amat perhatian yang ia kenal melalui seluler...suatu ketika saat ia mengajak bertemu pertama kalinya,...by seluler ayueni mengirim pesan.” Mas, jadi datang atau tidak?” dengan hati yang cemas malam itu ayueni menunggunya, dia tak mendapatkan jawaban, namun tiba – tiba seluler temannya berdering menandakan sms masuk “tolong sampaikan ayueni, aku akan segera datang” di tunggu lama akhirnya Tyo datang..
baru datang mas?ko aku sms gak di balas?”tanya ayueni.”ia,maaf boleh minta obat luka?” jawab tyo.”buat apa?” tanya ayueni dengan cemas
aku tadi kecelakaan ringan ,tapi gak apa – apa, hp kamu juga sulit buat di sms.” Jawab tyo
Jujur ayueni kaget melihat tyo, rupanya yang memang gak begitu rupawan, tapi dalam hatinya rupa itu bukan yang utama. Di saat tyo pulang ayueni mengantarnya pulang, tyo tiba – tiba menyatakan cintanya pada ayueni, namun ayueni meminta waktu untuk menjawabnya,Tyo tidak sabaran dan memintanya untuk menjawab besok.
Siang itu ayueni pulang sekolah seluler nya berdering terus,dia sengaja tidak membawa selulernya ke sekolah karena aturan sekolah tidak mengizinkannya, ternyata yang menelfon adalah tyo, namun tak ayueni angkat, tiba – tiba.....”kenapa tidak di angkat ni?”tanya rina teman ayueni yang kala itu sedang main kekostnya.”aku bingung rin, semalam dia nembak aku, dia minta jawabanku sekarang, aku juga ragu kenapa di saat mau sholat jum’at seperti ini dia belum ke masjid??”jawab ayueni
jangan negativ thingking ach...gak baik,mungkin dia lagi penasaran nunggu jawaban kamu, jadi gak konsentrasi jumatan dech....hehe..?”jawab rina
kamu bisa aja rin,mungkin juga c...kasihan juga udah bela – belain dateng kemaren mpe kecelakaan, keujanan pula....ya udah aku jawab, bismillah.” Jawab ayueni
nah itu baru temanku, tapi jangan teraksa kalau menerimanya!”jawab Rina
Kemudian ayueni mengangkat selulernya yang dari tadi berdering terus.....
hallo”
iya, gamana ni jawabannya?”
maaf sebelumnya aku aku mau tanya, ko belum brangkat jum’atan?”
iya nie lagi siap – siap, gmana?”
iya udah aku mau”
yang bener?”
iya,”
makasih banyak ya...aku bahagia, gak sia – sia pengorbananku selama ini”
Dalam hati ayueni berkata nie orang ko gitu amat cie...pake ngomongin pengorbanan sgala,....
Lama hubungan mereka di jalani, mereka jarang bertemu karena kesibukan masing – masing.., tapi komunikasi tetap mereka jaga, sehingga tidak pernah timbul permasalahan di antara mereka.tapi tiba – tiba suatu ketika ibu kost dan teman – teman ayueni sering mempertanyakan dengan ayueni , apakah dia tidak salah pilih pacar? Karena ibu dan teman ayueni takut dengan wajah tyo yang sangar dan kelihatan sepertipreman, namun ayueni tidak gentar, dia hanya anggap angin lalu, selama ini tyo sudah jujur dan tidak berbuat aneh – aneh terhadapnya, rupa tidak mencerminkan hatinya......itulah prinsip yang selalu ayueni pegang. Sehingga pada suatu saat terjadilah suatu hal yang membuka mata ayueni.....
Seluler di kamarnya berdering, ada sms dari kakanya tyo.....
de, mf mnggu, tyo sm ade tdk?ko dri smlm blm plg?”
Ayueni terkejut, ko kakanya hendri sms ke dia, secara hendri itu adalah pacar teman kosnya..kemudian ayueni bertanya kepada sinta “sin, ko kakanya pcrmu sms ke aku bukan ke kamu, memang hendri kemana?”
Dengan wajah yang menyimpan rasa sebelnya ia menjawab,” hendri lagi ikut lomba debat bahasa inggris, tadidapat kabar alhamdulillah menang, dapat juara 1”
Lalu ayuenipun membalas sms kakanya hendri...
gpp mba, katanya tadi lagi ikut lomba debat bahasa inggris,n dapat juara 1, selamat ya mba”
Kakanya membalas
ia sama – sama”
Ayueni merasa ada yang aneh dengan kejadian itu semua,akhirnya ia memutuskan menelfon kakanya hendri.....
assalamu’alaikum wr wb “
wa’alaikum salam wr wb”
mf mba sebelumnya , saya mau bertanya,apa mba tidak salah kirim sms kepada saya kemarin ?”
nggak, di selulernya hendri ada tulisannya cy9 ko, ade pacarnya hendri kan?”
bukan mba, maaf sebelumnya , hendri itu siapa dan orang mana?”
hendri itu adik mba , dia sekolah di SMA Hasta Bakti..”
owh....ya mba, aku sudah paham sekarang, maaf kkemaren yang lomba juara bukan adik mbe, itu hendri pacanya temanQ”
iya mba tau,gpp ko de”
ok.dah dulu ya mba...makasih ya, wassalamu’alaikum wr wb”
wa’alaikum salam wr.wb”
Dengan gegas ayueni menelfon tyo....
hallo”
ya, sayang, tumben telfon, ada apa?”
sekarang lagi dimana?kenapa semalam gak pulang?orang rumah cemasin kamu?kamu ada masalah apa?”
aku lagi males pulang, maaf semalam aku mabuk- mabukan lagi..”
kamu bisa berubah gak si?aku tanya, siapa sebenarnya kamu?siapa namamu?”
iya, namaku sebenarnya hendri,,,”
knp kamu tega bhongn aku?”
karena aku cinta dan gak mau kehilangan kamu”
aku kecewa sama kamu, kamu udah bohongin aku, aku gak suka kebohongan, lebih aik kita PUTUS saja’
knp? Selama ini aku sudah berusaha menjadi yang kau mau.....knapa kamu begitu?”
selama ini aku gak peduliin omongan orang tentangmu, tapi kali iiaku gak bisa terima lagi kamu, kamu gak jujur....”
Setiap hari ayueni selalu di takut takuti kalau tyo over dosis karenanya, tapi ayueni tau kalo itu Cuma kal akalan tyo......dia gak peduliin tyo lagi..... karena ayueni menganggap dalam ebuah hubungan yang paling utama adalah kejujuran, yang lain tidak begitu berarti untuknya...
Begitulah akhir kisah cinta mereka,ayueni lebih memilih berteman dengan tyo alias hendri...





Minggu, 20 Maret 2011

Kegelisahan hati

KEGELISAHAN HATI

Yuni seorang mahasiswi Perguruan tinggi islam yang bimbang akan hatinya, sering terjadi gejolak hati dalam hatinya, gejolak antara agama dan dirinya.Suatu ketika di saat dia down, di bertemu dengan temannya, yang kemudian mengajaknya untuk mengikuti kajian guna untuk melatih mental rohaninya,1,2,3….bahkan sampai 2 semester dia bergabung dengan suatu kelompok pengajian, tapi lama kelamaan ia merasa putus asa, dia sendiri da awal tidak tahu tentang kajian itu, dia hanya asal ikut saja.dan berjalan begitu saja tanpa adanya satu tujuan.Yuni sebelum masuk perguruan tersebut dia di nasehatin oleh kakaknya untuk tidak mengikuti organisasi bernama A, namun tanpa sadar kajian yang ia ikuti itu di bawah naungan dari organisasi A, betapa kagetnya ia mengetahui itu.selain itu karena mungkin kajiannya sangat dalam, dia lama – lama berfikir untuk konsentrasi dalam agama, tapi rasa itu sia – sia karena ada suatu rahasia dalam dirinya..dia mempunyai pacar (Joni), suatu saat dia berkonsultasi dengan murobbinya …
Mba,saya bingung dan bimbang,saya ingin sekali konsentrasi terhadap agama, namun jujur saya mempunyai pacar,dan kami berpacaran seperti orang – orang lain, bergandengan tangan, namun tidak sampai terjerumus lebih dalam (a’udzubillahmindzalik) , saya juga sering di sakiti secara batin olehnya, yang juga sekaligus menjadi pecahnya konsentrasi saya terhadap agama dan buyarnya konsentrasi belajar saya, apa yang harus saya lakukan?saya seperti tidak pantas di sini?” tanya yuni
Kemudian sang murobbi itu menjawab “Tinggalkanlah ia adikku,laki – laki itu juga belum dewasa yang mengakibatkan hatinya bimbang, jadilah orang yang tegas adikku,jodoh sudah ada yang mengaturnya, mau kita pertahanin kalau itu bukan jodoh kita, tidak mungkin ia bersama kita, manage lah cintamu,jangan pernah mau untuk di perbudak oleh cinta,cintailah orang secara wajar, dan niatlah untuk beribadah kepada –Nya, bangunlah cinta, jangan sampai adikku ini jatuh dalam cinta…!”
Mendengar kata – kata sang murobbi yunipun merasa seperti ada solusi untuk dirinya….akhirnya iapun meminta putus terhadap joni, namun joni menolak itu semua, akhirnya yuni berkata pada joni “Aku akan selalu bersamamu, asal dengan satu syarat mintalah aku kepada orangtuaku, aku ingin ikatan halal, apabial tidak jauhilah aku untuk beberapa waktu, jika kita jodoh kita akan di pertemukan , jika tidak terimalah dengan ikhlas jalan yang Allah berikan pada kita “
Beberapa bulan kemudian joni datang kerumah bersama orangtuanya, rasa bimbang menyelimuti yuni, bingung akan jawabannya nanti, dan akhirnya sesuai dengan niatnya untuk beribadah iapun menerima lamaran itu, namun dalam pertemuan yang hanya setengah jam itu tidak ada perbicaraan tentang pernikahan,entah sebenarnya itu apa…sampai pada akhirnya yunipun meminta kepada kepada joni untuk menikah,jika tidak yuni meminta untuk di putuskan saja pertunangan itu, karena sebenarnya batin yuni sudah tidak kuat mengahadapi itu semua, niatnya yang dulu ibadah, kini telah berkurang seiring dengan berkurangnya cintanya terhadap joni….
Yuni akhirnya memberikan waktu terhadap joni selama 4 bulan , namun joni tidak memberikan respon apapun,akhirnya pertunangan itupun putus.karena tidak kuat mengalami kejadian itu semua, dan ingin menenangkan dirinya, akhirnya ia hengkang dari semua organisasi dan kajian (ia merasa tak pantas begabung dalam kajian itu mengingat perilakunya yang berpacaran) yang ia ikuti, iapun jarang pulang, karena di kost dia mendapat hiburan dari teman – temanya……..Sekarang ia lebih terkonsentrasi dengan kuliahnya, yang dulu sempat berantakan…
BANGUNLAH CINTA, JANGANLAH KAMU MERASAKAN JATUH CINTA
THE END